The New Normal
Merupakan keadaan dimana masyarakat berada pada suatu kondisi yang mengharuskan pembiasaan baru terhadap aktivitas sehari-hari. Terkhusus dalam hal ini, teknologi yang adaptif adalah sebuah “cara” unuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari di seiap lini kehidupan bermasyarakat.
Pada dasarnya masyarakat hidup bukanlah untuk merusak bumi dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sebagai rutinitas, kehidupan manusia sejatinya didasarkan pada hasrat manusiawi seperti berkerja, pergi ke sekolah, maupun beraktivitas sosial diluar ruangan. Hal tersebut, merupakan pilihan masing-masing individu untuk membentuk dirinya seperti apa yang ada pada nalurinya menjalani kehidupan. Berkenaan dengan pilihan, manusia dihadapkan dengan konsekunsi perubahan-perubahan yang terjadi terhadap bumi, meskipun hal itu seringkali menjadi abai (OECD/UN Environment, 2018).
Didalam sebuah forum diskusi yang diadakan oleh OECD/UN Environment pada tahun 2018, muncul sebuah gagasan-gagasan bahwa keadaan The New Normal adalah keharusan yang harus diadaptasi oleh masyarakat dunia agar mampu menciptakan “keseimbangan” seperti yang tercantum didalam naskah Sustainable Development Goals. Bagi sebagian masyarakat, The New Normal merupakan sebuah kewajaran, seperti saat masyarakat yang bekerja tanpa harus pergi ke kantor maupun saat bersosialisasi tidak lagi berpatokan kepada jarak, maka hal tersebut adalah fenomena yang terjadi dikarekan koneksi internet menghilangkan sekat tersebut dengan samar batas-batas (bariers) dunia semakin mengabur.
Namun ini tidak mudah dilakukan/diadaptasi. Mengapa demikian? Mari kita melihat tabel SDG’s berikut ini:
Yudha Adhyaksa, seorang expertise dibidang pemasaran digital menjelaskan mengenai hal ini bahwa keadaan “The New Normal” adalah sebuah keniscayaan yang akan dihadapi oleh masyarakat dunia sekarang.
Hal tersebut tidak terlepas dari adanya wabah pandemi yang mengharuskan masyarakat melakukan Physical Distancing, sebuah istilah untuk mengajak masyarakat menjaga jarak fisik dengan tujuan memutus rantai penularan terjangkitnya virus Covid-19. Keadaan ini, memaksa masyarakat untuk bekerja, belajar, dan beraktivitas didalam rumah kecuali ada keadaan tertentu yang sifatnya mendesak agar keluar ruangan.
Novia, seorang communication expert, membenarkan bahwa The New Normal memang dirasakan oleh masyarakat dunia. Hal ini bukan hanya berdampak pada ekonomi lokal, melainkan sektor-sektor strategis lain turut terdampak, salah satu yang mendasar adalah kesehatan. The New Normal, dalam perspektifnya adalah sebuah keniscayaan yang harus dilihat berdasarkan kacamata luas, yakni tidak bisa hanya dimaknai sebagai sebuah fenomena, melainkan tindakan praksis masing-masing orang untuk dapat secara kolaboratif menciptakan sebuah “karya nyata” di tengah keadaan yang tidak menentu saat ini.
Pramuka, Apa yang Dapat Dilakukan?
Seperti nama gerakan kepanduan ini, yakni Pemuda Suka Berkarya, maka hal produktif harus dilakukan ditengah permasalah seperti saat ini. Karena masyarakat dunia saat ini tengah dibenturkan dengan permasalahan kesehatan skala global yang oleh karenanya seorang anggota pramuka pun tidak dapat mengabaikan persoalan ini, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh institusi yang berwenang terhadap hal yang menjadi salah satu poin didalam SDG’s.
Seorang Pramuka diharuskan untuk mampu melakukan tiga hal dasar didalam kehidupan sehari-harinya, yakni Bina Diri, Bina Satuan, Bina Masyarakat. Permasalahan yang ada didalam masyarakat, dengan adanya hal ini maka secara fleksibel dituntut untuk memunculkan ide kreatif dalam mengusung hal tersebut, Yudha menjelaskan bahwa hal yang bisa dilakukan untuk mematik sebuah ide tersebut adalah dengan mendengarkan paham ilmu yang lain, semisal persepsi pemerintahan-politik untuk benar-benar mengerti duduk permasalahan yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Peka, terhadap hal itu dapat dengan sangat membatu anggota Pramuka melihat dengan banyak sudut pandang. Tidak cukup sampai disitu, Yudha menambahkan tiga hal dasar lainnya yakni Iman (karakter-bina diri), Ilmu, dan Amal (untuk melakukan aksi nyata).
Didalam kesempatan yang sama, Novia menjelaskan tentang fase awareness yang merupakan sebuah pemahaman kondisi dan menciptakan informasi adalah hal dasar yang dapat dilakukan oleh setiap anggota Pramuka secara individual maupun kolaboratif. “The New Normal ini salah satu unsur utama didalamnya adalah dengan menggunakan jaringan internet.” Katanya didalam Webinar yang difasilitasi oleh Racana Brawijaya. Peranan pramuka milenial dapat ditengarai dengan melihat antusiasme para anggota Pramuka Penegak dan Pandega dalam menghadirkan acara yang inovatif-kreatif.
“Tuntutan seorang anggota Pramuka adalah memiliki mental yang tebal disamping masalah yang kian menebal” tambah Novia dalam menjelaskan tentang fase awareness. Pramuka milenial diidentifikasikan sebagai kelompok orang dengan kreatifitas utamanya adalah media karya yang dipersiapkan dalam visi Indonesia Emas 2045. Pramuka kreatif, yang dengan media inovatifnya pada saat pandemi seperti ini dituntut juga untuk mampu berpikir kritis, yakni berkenaan dengan konteks kegiatan dengan keterbatasan dapat memunculkan ide kreatif menggunakan ‘media karya’. Batas tertentu menjadi samar dengan dihasilkannya karya yang bahkan bisa dilakukan dari rumah, Pramuka atau unsur lainnya dapat berkolaboratif untuk kebermanfaatan banyak orang. Karya, bagi Novia adalah hasil orang-orang kreatif yang menciptakan suatu hal yang kuat. Yakni sebuah hal yang dibuat, bukan hanya sampai pada tataran niat saja.
Saat seorang mengalami kejenuhan, dalam materi Webinar memberi sebuah saran untuk dapat memunculkan ide kreatif. Kejenuhan hadir dikarenakan aktivitas yang monoton dilakukan didalam rumah, sehingga hal yang dapat dilakukan adalah mencari aktivitas-aktivitas ‘baru’ agar menciptakan kreativitas ditengah pandemi. Hal tersebut adalah ‘berdamai’ dengan corona dengan beradaptasi dengan keadaan yang masih tidak menentu seperti saat ini.
Sumber : UBScout